Perubahan Drastis Kalijodo, Dari Tempat Maksiat Menjadi Taman Kota nan Indah

C3U5xp0VUAA59KU

Kalijodo, kawasan seluas 1,4 hektar tersebut tak lagi dikenal sebagai tempat prostitusi dan perjudian. Kini wajahnya telah berubah menjadi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) terhitung sejak 22 Februari 2017. Kawasan yang berada di perbatasan dua kota administrasi Jakarta Barat dan Jakarta Utara ini sukses dibenah oleh Pemprov DKI Jakarta yang kala itu dipimpun oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Berbeda dengan 188 RPTRA di Seantero Jakarta, Kalijodo memiliki sejumlah fasilitas lebih yang dapat memanjakan pengunjungnya dari berbagai kalangan dan usia. Kawasan ini pun dapat merangkap menjadi tempat warga bertemu dan melepas penat yang kini sudah mulai tergantikan oleh mal-mal dan tempat hiburan berbayar.

C3UvI4KUkAAt3yF
Penampakkan baru kawasan Kalijodo.

Dilihat dari segi fasilitas, Pemprov DKI sangat memperhatikan kenyamanan serta keamanan masyarakat yang ingin berkunjung ke RPTRA Kalijodo. Dengan tersedianya bus wisata gratis yang beroperasi dari Balai Kota menuju Kalijodo dan sebaliknya membuat kawasan ini semakin mudah dan murah untuk dijangkau.

Wajah baru Kalijodo seakan menghadirkan senyum baru dan energi positif bagi para penggemar skateboard, BMX, scooter dan inline skate. Karena disana, telah tersedia skate park dengan standar internasional yang diharapkan Pemerintah DKI bisa menjadi lokasi penyelenggaraan event-event besar.

Selain itu, RPTRA dilengkapi pula dengan arena bermain anak-anak, perpustakaan, lapangan futsal dan amphitheater (mini theatre) yang membuat para orang tua tak perlu takut anak-anak mereka terjerumus dalam dunia kelam yang dahulu sempat menggelayuti kawasan ini.

Keberadaan area jogging track yang terpampang dari Jalan Kepanduan II hingga Jalan Bandengan Utara dan Jalan Pangeran Tubagus Angke dikelilingi pohon-pohon hijau yang rindang membuat suasana untuk berolahraga juga semakin menyenangkan.

Adapula ruang serba guna, ruang laktasi (ruang untuk ibu menyusui), dan pojok warung yang dikelola ibu-ibu PKK. Pojok ini diniatkan sebagai ruang pamer dan niaga untuk produk-produk yang dihasilkan oleh PKK.

Masjid di Kalijodo juga sudah memasuki masa pembangunan dan rampung dalam waktu sekitar 6 bulan. Nantinya, masjid bisa menampung jemaah sekitar 350-400 orang. Untuk melengkapi fasilitas yang ada, RPTRA Kalijodo juga akan memasang lima unit terminal parkir elektronik untuk mencegah pungli dari tukang parkir liar setempat.

Kawasan ‘maksiat’ yang dahulu dijadikan tempat prostitusi, bar tempat minuman beralkohol, esek-esek murah untuk kelas bawah yang dilengkapi losmen melati untuk melampiaskan hawa nafsku, sarang preman dan pengedar narkotika kini telah berubah wajah.

Perubahan drastis ini pada akhirnya melahirkan kawasan Kalijodo yang cerah, cantik dan ciamik. Bahkan, kawasan Kalijodo dapat bersaing dengan tempat wisata lainnya sebagai trademark dari kota Jakarta sendiri. Setelah melihat keindahan foto diatas, apakah kamu tertarik untuk mengunjungi Kalijodo weekend nanti?^^

Ahok Berkesempatan Jabat Tangan Raja Salman, FPI Murka?

IMG_5980
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyambut kedatangan Raja Salman di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Rabu (01/03). ( Image source: Detik)

Kunjungan Sri Baginda Khadimul Haraman Al-Syarifain, Raja Salman Bin Abdul Aziz Al-Saud ke Indonesia sukses menyita perhatian publik skala nasional. Setelah 47 tahun lamanya tidak menyambangi Tanah Air, Raja Arab beserta rombongan sebanyak 1.500 orang tersebut dijadwalkan menetap di Jakarta selama tiga hari terhitung dari tanggal 1 – 4 Maret. Tak tanggung-tanggung, kini beliau tengah menghabiskan waktu waktu liburan di Bali hingga 12 Maret mendatang.

Menurut Kementerian Luar Negeri (Kemlu), salah satu tujuan kedatangan Raja Salman ini adalah untuk memperkuat hubungan kerja antar Arab Saudi dengan Indonesia lewat penandatangan 10 nota kesepahaman (MoU). Kerjasama yang akan dibicarakan tak hanya mengenai haji dan tenaga kerja saja, namun juga penanganan kejahatan lintas batas (terorisme), kerja sama pelayanan udara, hingga perdagangan guna meningkatkan relasi kedua Negara.

Momentum berharga tersebut tentu dimanfaatkan oleh sejumlah petinggi negara untuk dapat bertemu langsung dengan tamu agung, salah satunya Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab dan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kedatangan Raja Salman ini rupanya dianggap memiliki andil besar untuk meneguhkan legitimasi antar dua pihak yang belakangan ini tengah berseteru.

Sayangnya, undangan resmi untuk bertemu Raja Salman hanya diberikan kepada Ahok saja. Beliau berkesempatan menyambut sekaligus jabat tangan dengan Baginda Raja saat mendarat untuk pertama kalinya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta pada Rabu (01/03).

Selain itu, pada Jumat (03/03) lalu, Raja Arab juga menggelar pertemuan dengan 28 tokoh lintas agama meliputi tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, hingga Konghuchu di Hotel Raffles Kuningan, Jakarta, namun nama Habib Rizieq tak pula terdaftar.

Pemberitaan mengenai peristiwa tersebut pun menuai berbagai kontroversi. Beberapa petinggi Islam garis FPI ‘murka’ melihat kenyataan yang ada. Mereka beranggapan bahwa Ahok tidak pantas untuk menemui Raja Salman, mengingat isu penistaan agama yang menyeret namanya. Bagi FPI, Ahok merupakan musuh yang harus eleminasi keberadannya. Maka dari itu, kunjungan Raja Salman ini sebenarnya bisa ditunggangi secara politk oleh gerakan radikalisme di Indonesia.

Pemerintahan Presiden Jokowi menyadari bahwa kunjungan Raja Salman bisa dijadikan ‘alat’ bagi radikal oleh kelompok tertentu. Melalui Dubes Arab Saudi dan Kementrian Luar Negeri Indonesia menegaskan bahwa kunjungan ini tidak mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Akhirnya, mereka mengatur dengan sedemikian rupa, tokoh Islam mana yang diperbolehkan atau tidak bertemu Raja Salman. Tapi karena Indonesia bukan merupakan Negara Islam, maka pemerintahan Presiden Jokowi juga mengundang para tokoh agama non Isman untuk bertemu dengan Raja Salman.

Dengan tidak bertemunya Rizieq dengan Raja Salman, maka dirinya pun gagal mendapatkan momentum untuk menyerang Ahok lebih dalam lagi. Terbelitnya Rizieq dalam kasus penistaan atas Pancasila menjadikan posisinya secara politik dan hukum lemah.

Upaya ini jelas menunjukkan determinasi pemerintahan Presiden Jokowi akan pentingnya kunjungan Raja Salman bagi bangsa Indonesia. Dengan demikian, kunjungan Raja Salman bagi Rizieq (yang anti Ahok) tidak bisa digunakan sebagai alat kampanye untuk memusuhi Ahok.